Lulusan Doktor Paling Cepat UGM, Anak Guru Ngaji dengan IPK 4

Mukhamad Ngainul Malawani, wisudawan program pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) capai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tertinggi 4,00 sekaligus berpredikat pujian. Ngainul, sapaan akrabnya, terhitung dinobatkan sebagai wisudawan recis fmm jambi dengan predikat lulusan tercepat karena sukses capai doktor di dalam sementara 2 tahun 8 bulan 17 hari.

Padahal, masa studi biasanya jenjang program S3 adalah 4 tahun 9 bulan. Ngainul mengaku suka sukses merampungkan doktor dengan predikat IPK tertinggi dan menjadi lulusan tercepat.

Yang menarik, Ngainul tidak hanya sukses merampungkan studi doktor, namun terhitung merampungkan pendidikan doktor di dua kampus yang tidak sama yaitu di Prodi S3 Ilmu Geografi UGM dan pendidikan doktor di University of Paris 1 Panthéon-Sorbonne.

Sebenarnya saya ambil kuliah di dua tempat. Di UGM terdaftar Januari 2021. Di Prancis compulsory course telah selesai pada tahun pertama, menjadi tinggal melanjutkan riset. Karena tahun 2021 terhitung tetap keadaan pandemi, kuliah di UGM pun semua dijalankan online tanpa wajib saya pulang ke Indonesia,” katanya.

Pria yang bekerja sebagai tenaga pengajar di Fakultas Geografi UGM sejak tahun 2018 bercerita ia lulus S1 Geografi Lingkungan UGM tahun 2014. Selanjutnya melanjutkan pendidikan S2 Magister Geografi UGM Lulus 2017.

Kemudian karena diterima menjadi tenaga pendidik di UGM, ia pun melanjutkan studi di Prancis November 2019. “Di sana saya mengambil program berhimpun supervision, sehingga dapat dibimbing oleh supervisor dari Prancis dan Indonesia,” kenangnya.

Beruntung bagi Ngainul, ada kerja mirip UGM dengan Univ Paris 1 Panthéon-Sorbonne lantas dilanjutkan kerja mirip Fakultas Geografi UGM dengan Ecole Doctorale Geographie de Paris yang tidak benar satunya adalah mengenai pembukaan program double degree untuk jenjang doktor. “Kebetulan saya menjadi mahasiswa di sana dan terjalinnya pertalian baik yang telah terlalu lama antar ke-2 institusi, maka MoU dan Agreement dicoba untuk dijalankan,” jelasnya.

Dalam menggerakkan kuliah di dua kampus yang tidak sama di dalam sementara yang bersamaan, Ngainul mengaku sempat mengalami ada masalah sementara perkuliahan di awal, namun berkat bimbingan dari dua mentornya, ia pun dapat merampungkan pendidikan S3 dengan tepat waktu. “Berkat supervisi Prof. Franck Lavigne dan Dr. Danang Sri Hadmoko, riset saya cepat selesai. Selain pertolongan akademis, para supervisor terhitung memberi tambahan pertolongan finansial riset karena penelitian dijalankan di Lombok,” paparnya.

Ngainul lahir dan besar di Palbapang, Bantul, Yogyakarta. Ayah dan Ibunya menjadi guru mengaji di kampungnya. Selain itu, keluarganya terhitung turut beternak dan bertani. “Kedua orang tua saya guru ngaji di kampung. Ada surau kecil di samping rumah. Banyak anak-anak yang studi di tempat kami disaat sore dan malam hari,” kenangnya.

Didikan orang tua yang begitu kuat di dalam perihal agama dan terbiasa hidup simple senantiasa memotivasi dirinya untuk dapat menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Ngainul bersyukur berkat bimbingan dan doa dari ke-2 orang tua lah, akhirnya ia dapat merampungkan pendidikan S3 saat ini ini.

Di samping itu, Ngainul terhitung mengaku pertolongan keluarga kecilnya terhitung senantiasa memberi pertolongan padanya meski istri dan anaknya tidak dapat mendampingi dirinya selama studi di Perancis. “Saya berkeluarga sejak 2017. Anak pertama lahir 2019, sebulan sebelum akan saya berangkat ke Prancis. Keluarga saya tidak turut saya selama studi, kecuali sementara ujian pendadaran saja mereka ada ke Prancis,” katanya.

Discussion

Leave a reply

Deine E-Mail-Adresse wird nicht veröffentlicht. Erforderliche Felder sind mit * markiert