Banjir bandang melanda Halmahera Tengah selama tiga hari

Salah satu desa di sekitar pertambangan nikel, khususnya di Kecamatan Weda Tengah, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, terkena „banjir terbesar“ yang disebut para aktivis. Sejak Sabtu (20/07), empat desa dilanda banjir: Desa Woejerana, Desa Woekob, Desa Lelilef Waibulen, dan Desa Lukolamo, menurut data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Maluku Utara.

Menurut Walhi Maluku Utara, banjir berdampak pada sedikitnya 6.567 orang https://www.abangrock.com/ dan ribuan pekerja tambang di empat desa tersebut. Sebagai informasi yang diberikan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Halmahera Tengah pada hari Rabu (24/07), 1.726 pengungsi yang terkena dampak banjir ditempatkan di beberapa posko darurat.

Ada beberapa lokasi di mana ketinggian air lebih dari satu meter. Menurut Maluku Utara, banjir juga menghentikan jalan utama yang menghubungkan antar desa. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), penyebab banjir adalah tingkat hujan yang tinggi yang terjadi sejak Sabtu (20/7). Namun, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut cuaca ekstrem sebagai penyebab bencana, terutama akibat dua siklon tropis, Gaemi dan Prapiroon.

Namun, para pegiat lingkungan mengatakan banjir terjadi karena perusahaan pengolahan nikel di Weda Bay Industrial Park (IWIP) di wilayah PT Indonesia yang terus membuka lahan untuk tambang, menghilangkan fungsi hutan alami.

Sejak 2019, telah terjadi 16 kali banjir di wilayah tersebut, menurut data yang dikumpulkan oleh Walhi Maluku Utara. sementara Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), organisasi non-pemerintah yang mendukung masalah tersebut

Sebuah LSM yang disebut Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) menyatakan bahwa eksploitasi nikel telah terjadi di Halmahera Tengah sejak tahun 2019 dan 2020. Sebelum kegiatan tambang marak, banjir pernah terjadi, tetapi tidak lama seperti sekarang.

Menurut warga lokal, penambangan nikel telah dimulai di Halmahera Tengah, Maluku Utara, sejak tahun 2010-an. Kawasan Industri Weda Bay didirikan pada tahun 2018, meningkatkan aktivitas pertambangan di wilayah tersebut. Kawasan industri ini dikelola oleh PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP).

Orang-orang yang tinggal sekitar lima puluh meter dari bantaran anak Sungai Kobe mengakui bahwa wilayah itu sering banjir. Namun, sebelum perusahaan tambang air tiba, air cepat surut bahkan pada hari yang sama.

Selain itu, kerusakan sungai menyebabkan krisis air di daerah itu, menurut warga. Dalam laporannya, Jatam mencontohkan krisis di Desa Lelilef.

Namun, perusahaan menyatakan bahwa hujan deras selama beberapa hari menyebabkan bencana banjir. Selain itu, perusahaan berkomitmen untuk menjalankan operasinya sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku di Indonesia.

Discussion

Leave a reply

Deine E-Mail-Adresse wird nicht veröffentlicht. Erforderliche Felder sind mit * markiert